watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

Cerita Sexs
Goyang kapan Ciremai

Aku adalah seorang gadis dari Menado, sebut saja
namaku Inge, aku anak pertama dari 6
bersaudara dan aku satu-satunya anak
perempuan. Kehidupan ekonomi keluargaku bisa
dibilang mencemaskan. Beruntung aku bisa tamat
SMA, ini karena aku mendapat beasiswa dari
Yayasan Super Semar.
Aku sedih melihat keadaan keluargaku, ayahku
adalah seorang Pegawai Negeri golongan II, ibuku
hanyalah seorang Ibu Rumah Tangga yang tidak
mempunyai skill, kerjanya hanya mengurus
putra-putrinya. Rasanya aku ingin membantu
ayah, mencari uang. Tapi apalah daya aku hanya
lulusan sekolah menengah, namun begitu kucoba
untuk melamar kerja di perusahaan yang ada di
kota Manado. Hasilnya nihil, tak satupun
perusahaan yang menerima lamaranku. Aku
mahfum, disaat krisis sekarang ini banyak PT
yang jatuh bangkrut, kalaupun ada PT yang
bertahan itu karena mem-PHK sebagian
karyawannya.
Lalu aku berpikir, kenapa aku tidak ke Jakarta saja,
kata orang di Ibukota banyak lowongan
pekerjaan, dan aku teringat tetanggaku Mona
namanya, dia itu katanya sukses hidup di Jakarta,
terbukti kehidupan keluarganya meningkat
drastis. Dahulu kehidupan keluarga Mona tidak
jauh berbeda dengan keadaan keluargaku, pas-
pasan. Tapi sejak Mona merantau ke Jakarta,
ekonomi keluarganya makin lama makin
berubah. Bangunan rumah Mona kini sudah
permanen, isi perabotnya serba baru, dari kursi
tamu, tempat tidur semuanya mewah, juga TV
29″ antena parabola dan VCD mereka miliki. Aku
ingin seperti Mona, toh dia juga hanya tamatan
SMA. Kalau dia bisa kenapa aku tidak? Aku harus
optimis.
Pada suatu hari di bulan September, tahun 1998
aku pamit kepada keluargaku untuk merantau ke
Jakarta. Meskipun berat papa dan mama
merelakan kepergianku. Dengan bekal uang Rp
75.000 dan tiket kelas Ekonomi hasil hutang
papaku di kantor, aku akhirnya meninggalkan
desa tercinta di Kawanua. Dari desa aku menuju
pelabuhan Bitung, aku harus sudah sampai di
pelabuhan sebelum pukul 6 sore karena KM
Ciremai jurusan Tg.Priok berangkat jam 19:00
WIT, waktu satu jam tentu cukup untuk mencari
tempat yang nyaman. Karena tiketku tidak
mencantumkan nomor seat, maklum kelas
ekonomi, aku berharap mendapat lapak untuk
menggelar tikar ukuran badanku. Tapi sial,
angkutan yang menuju pelabuhan begitu
terlambat, pada waktu itu jam sudah menunjuk
pukul 18:45. Waktuku hanya 15 menit. Ternyata
KM.Ciremai sudah berlabuh, aku melihat hiruk
pikuk penumpang berebut menaiki tangga, aku
tergolong calon penumpang yang terakhir,
dengan sisa-sisa tenagaku, aku berusaha lari
menuju KM.Ciremai, aku hanya menggendong
tas punggung yang berisi pakaian 3 potong.
Aku sudah berada di dek kapal kelas ekonomi,
tapi hampir semua ruangan sudah penuh oleh
para penumpang. Keringat membasahi seluruh
tubuhku, ruangan begitu terasa pengap oleh
nafas-nafas manusia yang bejibun. Aku hanya
bisa berdiri di depan sebuah kamar yang
bertuliskan Crew, di sekitarku terdapat seorang
Ibu tua bersama 2 orang anak laki-laki usia
sekolah dasar. Mereka tiduran di emperan tapi
kelihatannya mereka cukup berbahagia karena
dapat selonjoran. Aku berusaha mencari celah
ruang untuk dapat jongkok. Aku bersyukur, Ibu
Tua itu rupanya berbaik hati karena bersedia
menggeserkan kakinya, kini aku dapat duduk, tapi
sampai kapan aku duduk kuat dengan cara duduk
begini. Sedangkan perjalanan memakan waktu 2
hari 2 malam.
Tidak lama kemudian KM.Ciremai berangkat
meninggalkan pelabuhan Bitung, hatiku sedikit
lega, dan aku berdoa semoga perjalanku ini akan
mengubah nasib. Tak sadar aku tertidur, aku
sedikit terkejut sewaktu petugas menanyakan
tiket, aku ingat tiketku ada di dalam tas
punggungku. Tapi apa lacur, tasku raib entah
dimana, aku panik, aku berusaha mencari dan
bertanya kepada Ibu tua dan anak laki-lakinya, tapi
mereka hanya menggelengkan kepala.
“Cepat keluarkan tiketmu..” ujar seorang petugas
sedikit menghardik.
“Aku kehilangan tas, tiket dan uangku ada di
situ..” jawabku dengan sedih.
“Hah, bohong kamu, itu alasan kuno, bilang aja
kamu tak membeli tiket, Ayo ikut kami ke atas,”
bentak petugas yang bertampang sangar.
Akhirnya aku dibawa ke dek atas dan dihadapkan
kepada atasan petugas tiket tadi.
“Oh.. ini orangnya, berani-beraninya kamu naik
kapal tanpa tiket,” kata sang atasan tadi.
“Tiketku hilang bersama pakaianku yang ada di
tas, saya tidak bohong Pak, tapi benar-benar
hilang..”
“Bah itu sih alasan klasik Non, sudah ratusan
orang yang minta dikasihani dengan membuat
alasan itu.” ucapnya lagi.
“Kalau Bapak tak percaya ya sudah, sekarang aku
dihukum apapun akan aku lakukan, yang penting
aku sampai di Jakarta.”
“Bagus, itu jawaban yang aku tunggu-tunggu..”
ujar lelaki berseragam putih-putih itu.
Kalau kutaksir mungkin lelaki tersebut baru
berusia 45 tahun, tapi masih tegap dan atletis,
hanya kumis dan rambutnya yang menonjolkan
ketuaannya karena agak beruban.
“Tapi ingat kamu sudah berjanji, akan melakukan
apa saja..” ujar lelaki itu, seraya menunjukkan
jarinya ke jidatku.
“Sekarang kamu mandi, biar tidak bau, tuh
handuknya dan di sana kamar mandinya..”
sambil menunjuk ke arah kiri.
Betapa girang hatiku, diperlakukan seperti itu, aku
tidak menyangka lelaki itu ternyata baik juga.
Betapa segarnya nanti setelah aku mandi.
“Terima kasih Pak,” ujarku seraya memberanikan
diri untuk menatap wajahnya, ternyata ganteng
juga.
“Jangan panggil Pak, panggil aku Kapten..”
tegasnya.
Aku sempat membaca namanya yang tertera di
baju putihnya. “Kapten Jonny” itulah namanya.
Aku sekarang sudah berada di kamar mandi.
“Wah, betapa wanginya tuh kamar mandi,”
gumamku nyaris tak terdengar. Kunyalakan
showernya maka muncratlah air segar
membasahi tubuhku yang mulus ini, kugosok-
gosokan badanku dengan sabun, kuraih shampo
untuk mencuci rambutku yang sempat lengket
karena keringat.
Sepuluh menit kemudian aku keluar dari kamar
mandi, aku bingung untuk bersalin pakaian, aku
harus bilang apa kepada Sang Kapten. “Wah
cantik juga kamu,” tiba-tiba suara itu
mengejutkan diriku. Dan yang lebih mengejutkan
adalah pelukan Sang Kapten dari arah belakang.
Aku hanya terdiam, “Siapa namamu, Sayang?”
bisiknya mesra. “Inge..” jawabku lirih. Aku tidak
berusaha berontak, karena aku ingat akan janjiku
tadi. Karena aku diam tak berreaksi, maka tangan
Sang Kapten makin berani saja menjelajahi
dadaku dan menciumi leher serta telingaku. Aku
menggelinjang, entah geli atau terangsang, yang
pasti sampai usiaku 19 tahun aku belum pernah
merasakan sentuhan lelaki. Bukannya tidak ada
lelaki yang naksir padaku, ini karena sikapku yang
tidak mau berpacaran. Banyak teman sekelas
yang berusaha mendekatiku, selain lumayan
cantik, aku juga tergolong pandai, makanya aku
mendapat beasiswa. Maka tak heran banyak lelaki
di sekolahku yang berusaha memacariku, tapi aku
cuek, alias tidak merespon.
“Ooohh.. jangan Kapten.” hanya kata-kata itu
yang keluar dari mulutku ketika pria separuh baya
itu menyentuh barang yang amat berharga bagi
wanita, bulu-bulu lembut yang tumbuh di sekitar
vaginaku dielusnya dengan lembut, sementara
handuk yang melekat di tubuhku sudah jatuh ke
lantai. Dan aku pun tahu bahwa lelaki ini sudah
bertelanjang bulat.
Aku merasakan benda kenyal yang mengeras
menyentuh pantatku, nafas hangat dan wangi
yang memburu terus menjelajahi punggungku,
tangannya yang tadi mengelus vaginaku
sekarang meremas-remas kedua payudaraku
yang ranum, ini membuat dadaku membusung
dan mengeras. Aku tak percaya, tangan lelaki ini
seolah mengandung magnet, karena mampu
membangkitkan gairah yang tak pernah
kurasakan seumur hidupku.
“Ooohh.. aahh..” hanya desahan panjang yang
dapat kuekspresikan bahwa diriku berada dalam
libido yang betul-betul mengasyikan.
“Inge kau betul-betul lugu, pegang dong
batangku,” kata Kapten Jonny, seraya meraih
tanganku dan menempelkannya ke batang
zakarnya yang keras tapi kenyal.
“Jangan diam saja, remaslah, biar kita sama-sama
enak..” ujarnya lagi.
Akhirnya walaupun aku sebelumnya tidak pernah
melakukan senggama, naluriku seolah
membimbing apa yang harus kuperbuat apabila
bercumbu dengan seorang laki-laki. Akhirnya aku
berbalik, kuraih batang kemaluannya kuremas
dan kukocok-kocok, sampai kumainkan biji
pelirnya yang licin.Sang Kapten mendesah-desah,
“Ooohh.. aachh.. enak sekali Sayang, teruskan..
oh teruskan..” sambil matanya terpejam-pejam.
Aku jongkok, tanpa ragu kujilat dan kukulum
torpedo Sang kapten, sampai terbenam ke
tenggorokanku.
Aku benar-benar menikmatinya seperti
menikmati es Jolly kesukaanku di waktu kecil
dulu. Aku tak peduli erangannya, kusedot,
kusedot dan kusedot terus, sampai akhirnya
zakar Sang Kapten yang panjangnya hampir 12
centi itu memuncratkan cairan hangat ke mulutku
yang mungil. “Aaahh.. aku sudah tak kuat Inge,”
gumamnya. Betapa nikmatnya cairan
spermanya, sampai tak sadar aku telah menelan
habis tanpa tersisa, ini membuat seolah Sang
Kapten tak mampu untuk tegak berdiri. Dia
bersandar di dinding kapal apalagi gerakan kapal
sekarang ini sudah tak beraturan kadang
bergoyang kekiri kadang kekanan.
“Kamu betul-betul hebat Inge,” puji Kapten Jonny
sambil mencium bibirku.
“Inge jangan kau anggap aku sudah kalah,
tunggu sebentar..”
Dia bergegas menuju lemari kecil, lantas
mengambil sesuatu dari botol kecil dan
menelannya lantas membuka kulkas dan
mengambil botol minuman sejenis Kratingdaeng.
“Sini Sayang..” ujar sang kapten memanggilku
mesra.
“Istirahat dulu kita sebentar, ambillah minuman di
kulkas untukmu,” lanjut Kapten Jonny.
Kubuka kulkas dan kuraih botol kecil seperti yang
diminum Kapten Jonny. Aku meminumnya
sedikit demi sedikit, “Ooohh.. sedap sekali
minuman ini.. aku tak pernah merasakan betapa
enaknya.. minuman apa ini.” Ternyata label
minuman ini tertulis huruf-huruf yang aku tak
paham, mungkin aksara China, mungkin Jepang
mungkin juga Korea. Ah persetan.. yang penting
tenggorokanku segar.
“Kau berbaringlah di di situ,” pinta Kapten Jonny
sambil menunjuk tempat tidurnya yang
ukurannya tidak begitu besar. Kurebahkan
tubuhku di atas kasur yang empuk dan membal.
Kulihat jam dinding sudah menunjuk pukul 12
malam. Aku heran mataku tak merasa ngantuk,
padahal biasanya aku sudah tidur sebelum pukul
22:00. Aku sengaja tidak menggunakan selimut
untuk menutupi tubuhku, kubiarkan begitu saja
tubuhku yang polos, barangkali ini akan
membangkitkan gairah libido Sang Kapten yang
tadi sudah down. Aku berharap semoga Sang
Kapten akan terangsang melihat dadaku yang
sengaja kuremas-remas sendiri.
Sang Kapten sudah bangkit dari kursi santainya,
dia menenggak sebotol lagi minuman sejenis
Kratindaeng. Dia sudah berada di tepi ranjang,
sekarang dia mulai mengelus-elus kakiku dari
ujung jari merambat ke atas dan berhenti lama-
lama di pahaku, mengusap-usap dan
menjilatinya, dan sekarang lidahnya sudah berada
di mulut vaginaku. “Ooohh.. geli..”
Sejurus kemudian lidahnya dijulurkan dan
menyapu permukaan bibir vaginaku. Pahaku
sengaja kulebarkan, hal ini membuat Sang Kapten
bertambah buas dan liar, diseruputnya klitorisku.
“Ooohh.. aahh.. teruskan Kapten, lanjutkan
Kapten.. Ooohh.. nikmat sekali Kapten..”
Tangannya tidak tinggal diam, diraihnya kedua
payudaraku, diremasnya dan tak lupa memelintir
putingku dengan mesra.
“Ooohh.. aku sudah tak tahan Kapten..” desisku.
“Tahan Sayang.. tahan sebentar.. biarkan aku
menikmati vaginamu yang wangi ini.. aku tak
pernah merasakan wanginya vagina dari wanita
lain..”
“Sruupp.. sruupp.. sruupp..” Terus saja mulut
Kapten Jonny dengan rajinnya menjelajah bagian
dalam vaginaku yang sudah empot-empotan ini
akibat rangsangan yang amat tinggi.
“Sudah Kapten.. lekas masukkan batang zakarmu,
aku sudah tidak tahan..”
“Baik, rasakanlah Sayang.. betapa nikmatnya
rudalku ini..”
“Tapi pelan-pelan Kapten, aku benar-benar masih
perawan..”
“Oke, aku melakukannya dengan hati-hati..” janji
Kapten Jonny.
“Buka lebar pahamu, Inge..” saran Kapten Jonny.
Dan..
“Blleess..”
“Ooohh.. aahh..” desisku, padahal zakar itu baru
masuk tiga perempatnya.
“Bles.. bless..”
“Ooohh..” erangku panjang, aku tahu batang
sepanjang 12 centi itu sudah merusak selaput
daraku.
Ditariknya lagi rudalnya, lantas dimasukannya lagi
seirama dengan goyangan KM.Ciremai oleh
ombak laut.
“Bless.. bless.. bless..”
“Ooohh.. oohh.. oohh.. aahh.. aahh..”
“Aku mau keluar Kapten,” ujarku memberi tahu
Kapten Jonny.
“Tahan Sayang.. sebentar.. aku juga ingin keluar,
sekarang kita hitung sampai tiga. Satu.. dua..
tiga..”
“Crott.. crott.. crot..” sperma Kapten Jonny
membasahi gua gelap vaginaku. Betapa hangat
dan nikmatnya air manimu Jonny. Hal ini
memancing cairanku ikut membanjiri
kemaluanku sampai meluber ke permukaan.
Kami berdua terkulai lemas, tapi Kapten Jonny
sempat meraba bibir kemaluanku dan jarinya
seolah mencungkil sesuatu dari vaginaku,
ternyata dia menunjukkan cairan merah
kepadaku, dan ternyata adalah darah perawanku.
Dijilatnya darah sambil berkata, “Terima kasih
Inge, kamu betul-betul perawan..” Aku hanya
menangis, menangisi kenikmatan yang sama
sekali tak kusesalkan. Aktivitas senggama ini
berlangsung kembali sampai matahari muncul.
Lantas aku tidur sampai siang, makan, tidur dan
malamnya kami melakukannya lagi berulang-
ulang seolah tiada bosan.
Akhirnya Pelabuhan Tanjung Priok sudah berada
di pelupuk mataku. Sebelum turun dari kapal aku
dibelikan baju baru, dan dibekali uang yang
cukup.
Selamat tinggal Kapten.. selamat tinggal Ciremai..
Tamat


Adult | GO HOME | Exit
1/1042
U-ON

inc Powered by Xtgem.com